KHUTBAH 2
Fiqh Thaharah
Dimensi Holistik Transformatif
Muqadimah.
Istilah holistic terdapat dalam konsep pendidikan Muhammadiyah yang sudah ditanfidzkan menjadi program Muhammadiyah bidang pendidikan periode setelah Muktamar Muhammadiyah 1 abad yang diselenggarakan pada bulan Juli 2010 dua tahun yang lalu. Tulisan ini bertujuan mengisi program tersebut yang sampai sekarang, belum nampak body of knowledge-nya, jika diturunkan dalam sebuah mata pelajaran. Kajian holistik di sini adalah kajian yang bercirikan : 1) pengembangan pemikiran secara utuh; 2) keterpaduan berbagai unsur; 3) keterpaduan teori, praktik dan apa yang ada di masyarakat; 4) pengembangan individu dan masyarakat; dan 5) partisipasi. ( Zamroni, 2009; dlm Haedar N, hal. 420). Sedangkan transformatif, dimaksudkan sebagai usaha memunculkan nilai universal pada bagian-bagian aktivitas thaharah / wudhu guna menghidupkan sikap mental kolektif dan subtantif dalam hidup keseharian setiap orang berthaharah. Tulisan ini mencoba menjelaskan bagian-bagian ibadat ber-thaharah terutama wudhu yang diprediksi memenuhi standar holistic transformative dengan pengertian sederhana. Ber-thaharah yang sudah diketahui aturan fiqhnya dengan landasan Q.S. Al-Maidah 6; dan Hadits Nabi SAW dalam berbagai riwayat yang sahih, setiap saat sudah dilaksakan oleh umat Islam sebagai ibadat harian, jika diformulasikan dengan mengacu pada pola fikir hukum kehidupan berupa hukum berpasangan (azwaj) dan keseimbangan (tawazun), yaitu berpasangan diantara awal-akhir, lahir-batin dan pribadi–jama’ah, kualitatif-kuantitatif, dan tsubut - taghayyur, atau syir’ah-minhaj-nya sebagai intrumen keholistikan, maka akan berbeda bangunan body of knowledge-nya dengan fiqh thaharah yang sudah dimaklumi dalam ilmu fiqh tersebut. Fiqh thaharah yang sementara ini menyajikan bagian-bagian studi, berupa : rukum, syarat sah, batal dan penyempurna kaifiyah, atau nawafil-nya adalah disajikan secara spesipik, baik dalam studi ber-wudhu, ber-tayammum atau mandi janabah. Jika bangunan studi yang ada tersebut, dikembalikan pada atsar ibadat berthaharah yang dikehendaki syari’at sebagai bagian evaluasi ritual seseorang atau kolektif, maka pola studi tersebut masih sangat jauh dari pencapaian terhadap esensinya. Perlu diingat sasaran mendasar dari syari’at berthaharah itu tiada lain adalah sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Maidah: 6; yaitu : a) dalam kaifiyah meniadakan kesempitan ( lâ haraj ); b) dalam aspek lahir-batin mensucikan badan dan mental dengan terbebas dari kesalahan ( li yuthahhirakum bih atau min al-tawwabin wa al-mutathahhirin ); c) dalam aspek kenikmatan hidup penyempurnanya ( li yutimma ni’matahu ); dan d) berujung pada harapan optimalisasi rasa syukur yang berimplikasi pada kepastian capaian sasaran mendasar tersebut ( la’allakum tasykurûn ). Atas itu semua, diperlukan model-model baru dalam studi keislaman sampai pada tahapan teknis yang terbentang berdasarkan bangunan holistik. Bangunan studi teknis secara holistik ini, dimaksudkan untuk merapatkan dengan kehidupan yang bercirikan kompleksitas.